SIMFONI DI ATAS HUJAN
Konser Musikalisasi Puisi Ari KPIN “Ketika Sepenggal Melodimu Kumainkan” :
SIMFONI
DI ATAS HUJAN
Oleh : Arif M. Rasyid
Hari
ini cuaca sedang tidak ingin diajak kompromi, entah apa yang sedang terjadi
dengan cuaca, marahkah dengan kelakuan manusia yang selalu brutal terhadap alam?
atau ia memang sedang tidak ingin bersahabat dengan manusia? ia selalu tampak
murung akhir-akhir ini. Namun, pada hari Jum’at 30/11/2012 terdapat hal yang
berbeda, segerombolan mahasiswa dan pelajar, baik pelajar SMP maupun pelajar
SMA, datang berbondong-bondong ke Auditorium JICA FPMIPA lt.2, Universitas
Pendidikan Indonesia, di Jl. Dr. Setiabudhi no.229 Bandung. Mereka bukan hendak
menyerbu fakultas tersebut secara ramai-ramai atau hendak mendemo fakultas
tersebut, dan bukan pula hendak mengikuti tes yang diadakan fakultas tersebut.
Melainkan, mereka hendak menonton konser musikalisasi puisi yang ditampilkan
oleh seorang musisi sekaligus sastrawan yang sudah tidak diragukan lagi
eksistensinya di bidang musikalisasi puisi. Ari KPIN.
Siapa
yang tidak tahu Ari KPIN, apalagi dikalangan para penggiat sastra dan para
pecinta sastra, khususnya para pecinta musikalisasi puisi. Ari KPIN (Yari
Jomantara) adalah seorang musisi, arranger,
sastrawan, dan pengajar musik di sebuah sekolah musik di Bandung. Beliau lahir
dan besar di Garut. Ari KPIN merupakan alumni jurusan Sendratasik Program Seni
IKIP Bandung (kini UPI). Selain menekuni bidang musik dan sastra, khususnya
musikalisasi puisi, Ari KPIN pun menekuni bidang musik orkestra. Beliau
tergabung sebagai pemain di Indonesian Philharmonic Orchestra dengan konduktor
Alm. Yazeed Djamin. Sudah puluhan pentas telah ia suguhkan dan ikuti, baik
pentas musik, sastra, drama, tari, maupun kolaborasi-kolaborasi dengan seni
yang lainnya. Selain itu, Ari KPIN pun sadar akan kelebihannya dibidang sastra
dan musik. Sehingga ia mendirikan sebuah sanggar yang diberi nama sanggar Ari
KPIN. Sanggar tersebut merupakan sanggar yang dikelola bersama istri
tercintanya, Nenden Lilis Aisyah. Ibu yang tampak awet muda dan selalu
tersenyum manis ini pun seorang sastrawati, beliau telah menelurkan beberapa
antologi puisi dan eksistensinya di bidang sastra tidak usah diragukan lagi. Bersama
Nenden Lilis Aisyah, beliau (Ari KPIN) menciptakan banyak karya-karya
musikalisasi. Ari KPIN pun sering memusikalisasikan puisi-puisi karya sang
istri tercinta, seperti Nightmare, Aku Ingin Melukismu, dll. Sungguh romantis
pasangan ini. Menciptakan dunia sendiri dengan sastra dan musik, lalu
mewujudkan dunia tersebut dengan membuat sebuah sanggar. Sebagai wujud nyata
dari romantisme antara sastra dan musik.
Awalnya,
sanggar ini tidak berupa sanggar. Hanya berupa kegiatan disebuah halaman rumah
di daerah Sariwangi, Bandung. Seiring dengan perkembangan zaman dan
perkembangan mulut, orang-orang mulai datang bergerombol untuk belajar mengenai
sastra dan musik ke alamat rumah tersebut. Sehingga pada akhirnya kegiatan
tersebut menjadi sebuah sanggar yang kemudian dinamai dengan nama Sanggar Ari
KPIN. Sanggar ini rutin mengadakan konser musikalisasi puisi. Sudah pasti orang
yang akan tampil adalah Ari KPIN bersama pasukannya (band-nya), sudah terhitung
puluhan kali Ari KPIN bersama band-nya tampil membawakan puisi-puisi yang
diubah ke dalam bentuk musik. Pada konser musikalisasi puisinya kali ini, Ari
KPIN memakai tema Ketika Sepenggal
Melodimu Kumainkan. Ada hal menarik pada konsernya kali ini. Entah
terinspirasi dari boysband yang
sedang naik daun atau memang kesepakatan dari anggota band yang berjenis
kelamin laki-laki, Ari KPIN beserta anggota band-nya yang laki-laki serempak
memakai rompi warna hitam lengkap dengan celana berwarna hitam pula. Meskipun
begitu, saya rasa Ari KPIN masih lebih hebat daripada laki-laki jadi-jadian
tersebut (boysband). Bukan berarti
saya takut, karena istri dari Ari KPIN adalah dosen saya. Tetapi, bisa
dibuktikan dengan kualitas musikal Ari KPIN yang di atas mereka.
Konser
musikalisasi puisi Ari KPIN dihelat pada pukul 14.05 wib. Konser dibuka oleh
seorang MC yang tidak menyebutkan namanya, lalu dilanjutkan dengan pembukaan
oleh pengelola sanggar Ari KPIN, Nenden Lilis Aisyah. Seperti biasa beliau
(Nenden Lilis Aisyah) selalu menutupnya dengan pantun yang menarik. Barulah
konser dimulai. Konser tersebut berdurasi lebih kurang 2 jam, dengan
menampilkan musikalisasi puisi yang dapat menggugah semangat penonton serta
dapat membuat penonton berdecak kagum. Pada konser musikalisasi puisinya kali
ini, Ari KPIN memboyong Egi Rachmadi (bass), Rizqi Aji Pratama (gitar), Deri
Saiful Hamzah (perkusi/cajon), Sellafie Murk (choir), Nuri Aliyah M.A (choir),
Muhammad Hilman atau Wishu Muhammad (deklamator), Asep Mulyana (deklamator),
Febrian J.P (deklamator), Desti Fatin Fauziyyah (deklamator), serta seorang
pendokumentasi Syaeful ‘Obet’ H.N. Genre musik yang dimainkan oleh Ari KPIN
beserta band-nya adalah Balada. Karena, keseluruhan lagu yang dimainkan oleh
Ari KPIN beserta band-nya diilhami dari puisi. Selain itu, akor yang dimainkan
pada hampir seluruh lagu dimulai dari akor G, lalu dilanjutkan dengan memakai
akor E, D,dan F. Keseluruhan akor tersebut memang sering dimainkan oleh
musisi-musisi yang bergenre balada, seperti Iwan Fals dan Yusuf Islam (Cat
Stevens). Selain itu, jenis suara Ari KPIN yang barithon serta teknik vokalnya
yang seperti bertutur, pemakaian gitar dengan efek natural (akustik), pemakaian
cajon sebagai perkusi, dan teknik permainan bass Hammer On, merupakan penjelas bahwa genre musik yang dimainkan Ari
KPIN adalah balada. Jika diperhatikan dengan seksama, jenis suara Ari KPIN
hampir mirip dengan jenis suara Iwan Fals. Puisi-puisi yang dimusikalisasikan
adalah Ketika Sepenggal melodimu Kumainkan (Ari KPIN), Setelah Hujan (Tetet
Cahyati), Tersungkur (Emha A.N), Proklamasi 2 (Hamid Jabbar), Nightmare (Nenden
Lilis A.), Lagu Malam (Acep Saefullah), Bei Dai He (Mae Ze Dong/terjemahan
Soeria Disastra), Percakapan Di Beranda Angin (Ari KPIN), Ikhlaskanlah, Ayah (Ayi
Kurnia Iskandar), Orang Indonesia Gagap Berbahasa Inggeris (Taufik Ismail),
Nyanyian Suto Untuk Fatima (Alm. WS. Rendra), Jiwa (Granada), Jembatan Mirabeau
(Guillaume Apollinaire/terjemahan Wing Kardjo), dan Aku Ingin Melukismu (Nenden
Lilis A.). Secara keseluruhan, musikalisasi puisi tersebut berhasil menarik
minat penonton untuk tetap duduk diam. Namun, ada beberapa musikalisasi puisi
yang sangat menarik. Bei Dai He, Proklamasi 2, Jembatan Mirabeau, dan Lagu
Malam.
Pada
musikalisasi puisi Bei Dai He, jenis musiknya sedikit berbeda. Puisi Bei Dai He
sendiri bermakna tentang jejak rekam sejarah sebuah daerah di Tiongkok. Terlihat
dari pemakaian nama tempat (You Han), Nama seorang raja (Wei Wu), dan
pengungkapan waktu (peristiwa masa silam
seribu tahun berlalu). Pada musikalisasinya, Ari KPIN memakai suling pada
bagian intro dan ending lagu, suling tersebut menghasilkan bunyi-bunyian yang khas
dengan suasana Tiongkok. Pemakaian suling tersebut dirasa sangat cocok dan
hampir mirip dengan suling asli Tiongkok. Kali ini, Ari KPIN benar-benar
membuat penonton terdiam oleh kemampuan musikal Ari KPIN. Selain permainan
suling Ari KPIN yang begitu seksi, teknik vokal Ari KPIN pun menyesuaikan
dengan teknik vokal penyanyi-penyanyi dari Tiongkok pada tahun 80-an,
mendayu-dayu. Teknik vokal Ari KPIN yang menyesuaikan dengan puisi Bei Dai He
yang berasal dari Tiongkok, membuat perasaan penonton untuk sejenak diajak
berjalan-jalan ke Tiongkok pada tahun 80-an. Seribu jempol untuk Ari KPIN.
Keunikan
tidak hanya terdapat pada musikalisasi puisi Bei Dai He saja, tetapi pada musikalisasi
Proklamasi 2 pun menarik dan hebat. Puisi yang ditulis oleh Hamid Jabbar ini
berjenis puisi satire, yaitu sindiran
terhadap pemerintah yang tidak becus mengurus negara yang sudah merdeka ini
(terutama korupsi), sehingga negara ini harus ada proklamasi lagi agar terbebas
dari belenggu penjajahan(KKN). Pada musikalisasi puisi Proklamasi 2 Ari KPIN
memakai teknik Accelarando, yaitu
teknik bermain dengan mempercepat tempo secara bertahap. Teknik ini dilakukan
untuk memberikan efek dramatis pada puisi tersebut. Selain itu, komunikasi
antara Ari KPIN dengan penonton membuat musikalisasi puisi Proklamasi 2 ini
lebih memberikan kesan yang mendalam dan lebih hidup. Kemeriahan puisi ini
ditambah lebih menggila ketika pemain bass (Egi Rachmadi) mengucapkan “Kalian Luar Biasa !!!”, sontak saja
penonton lebih menggila. Suasana yang tercipta tidak begitu saja pulang,
melainkan suasana semakin meriah dari lagu ke lagu. Sepertinya, Ari KPIN tahu
selera musik orang-orang yang hadir di sana. Musikalisasi puisi Lagu Malam pun
dimainkan. Puisi ini bermakna tentang kerinduan seorang anak pada sebuah
lantunan Lulaby dari seorang ibu,
selain itu lagu ini pun bermakna tentang sebuah kerinduan seorang laki-laki
terhadap seorang perempuan yang sudah lama meninggalkannya. Pada
musikalisasinya, Ari KPIN lantunkan dengan jenis musik yang sedikit mendangdut,
terlihat dari ketukan perkusi yang mirip kendang dangdut, selain itu permainan
bassnya pun memang dangdut banget. Namun sayang, tidak ada satu pun penonton
yang bergoyang, padahal Ari KPIN tidak melarang penonton untuk bergoyang. “Padahal kalau mau goyang, goyang aja, gak
perlu gini-gini (sambil menunjukkan jempolnya yang digoyangkan)” ucap Ari
KPIN sambil mengambil air minum. Puisi Lagu Malam menjadikan suasana riuh dan
penuh dengan tawa ria penonton, untuk sesaat penonton dibawa ke pertunjukkan
orkes dangdut keliling yang penuh dengan keriangan canda tawa penduduk
pinggiran kota yang haus akan hiburan dangdut (meskipun sang biduan dangdutnya
sudah hampir expire). “Meski malam datang, jam berdentang
hari-hari pergi aku tinggal diam”. Petikan puisi yang sangat masyhur ditelinga
para mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pun dimainkan.
Jembatan Mirabeau karya Guillaume Apollinaire, kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia oleh Wing Kardjo. Puisi ini bermakna tentang perpisahan antara
dua orang anak manusia. Puisi ini begitu melekat di hati para mahasiswa jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UPI. Sehingga, sesaat setelah para deklamator
membacakan sepenggal bait puisi tersebut, penonton ikut bernyanyi hingga pada
bait akhir puisi tersebut selesai dimainkan.
Puisi
demi puisi dimainkan, mulai dari puisi Ketika Sepenggal Melodimu Kumainkan
hingga Aku Ingin Melukismu. Berjuta keunikan dalam musikalisasi puisi
disuguhkan Ari KPIN dalam konsernya kali ini. Konser musikalisasi puisinya kali
ini terbilang sukses, kelebihan konser ini sungguh sangat terasa hingga di jiwa.
Salahsatu kelebihan yang cukup membuat mata saya terbelalak adalah permainan
pemain bass (Egi Rachmadi) yang sangat atraktif. Egi Rachmadi (bass) memainkan
teknik permainan Hammer On atau slur, yaitu teknik permainan bass yang
menekankan pada perpindahan akor secara cepat untuk menghasilkan bunyi yang
menyambung dalam satu deret akor yang berkesinambungan tanpa terputus oleh akor
lain, teknik ini biasanya dimainkan oleh bassis yang memakai jenis musik
balada, Japanese Rock (salahsatu
master teknik ini adalah bassisnya L’Arc-en-Ciel, Tetsuya Ogawa), Blues, Jazz,
Bossanova, dan Reggae Rockabilly Ska. selain itu, teknik bass ini dikenal cukup
rumit. Karena, cara memainkannya cukup menguras tenaga dan harus mengenal dua
cara membunyikan not kesatu dan kedua, jika tidak mengenal kedua cara tersebut,
teknik ini akan kacau dan tidak karuan, sehingga permainan bassis tersebut akan
terlihat payah dan cupu. Pada
instrumen bass, not pertama dipetik dengan jari atau dipetik menggunakan pick sedangkan not kedua bisa dilakukan
dengan dua cara, yaitu mengetuknya (tapping
atau hammer on) dengan ujung jari
kiri bila not tersebut lebih tinggi daripada not pertama. Memetiknya dengan
ujung jari kiri (pull off) bila not
tersebut lebih rendah daripada not pertama. Selain itu, slur atau hammer on ini tidak selalu melibatkan
dua not saja, terkadang jika seorang bassis lebih menguasai teknik ini, ia bisa
memainkannya dengan tiga not sekaligus. Sebagai contohnya adalah Tetsuya Ogawa
bassis band legendaris asal Jepang (L’Arc-en-Ciel) sering memainkan teknik slur
atau hammer on ini dengan tiga not
sekaligus, seperti pada lagu di band-nya, New World, Blurry Eyes, Honey,
Heavens Drive, Forbidden Lover, Hurry Xmas, Jojoushi, Stay Away, Hitomi No
Jyunin, dll. Dapat dikatakan permainan bass Egi Rachmadi di atas rata-rata
pemain bass.
Permainan
bass Egi Rachmadi bukan satu-satunya hal hebat yang ada pada konser
musikalisasi puisi Ari KPIN kali ini. Pemakaian suling yang memanipulasi nada
musik etnik Tiongkok merupakan hal hebat, biasanya seorang musisi yang akan
memainkan musik etnik harus memakai alat musik yang identik pula dengan alat
musik dari daerah asal musik tersebut muncul. Tetapi, Ari KPIN memakai alat
yang sangat sederhana dan berhasil menciptakan suasana yang begitu terasa dekat
dengan Tiongkok. Sungguh sebuah ide yang sangat brilian, amazing. Namun, kelebihan-kelebihan pada konser tersebut tidak
lantas membuat kelemahan atau kekurangannya hilang. Kekurangan pada konser
musikalisasi puisinya kali ini hanya hal yang teramat kecil, bisa dibilang
tidak terlihat sama sekali oleh kebanyakan orang. Kekurangan yang tampak
pertama kali adalah terlalu mendominasinya suara bass, meskipun teknik
permainan bassisnya luar biasa, tetapi lawan main bass tersebut adalah sebuah
alat musik akustik yang suaranya natural, sehingga suara gitar yang dimainkan
Ari KPIN sering tidak terdengar oleh penonton (khususnya saya), terutama bila
penonton ikut bernyanyi, pun demikian dengan suara gitar kedua (Rizqi Aji
Pratama) suara gitarnya lenyap ditelan suara bass. Selain itu, pada beberapa
kesempatan bernyanyi suara choir
sering terdengar hanya satu orang saja yang bernyanyi (pada musikalisasi
Jembatan Mirabeau, falsetto merupakan
hal yang tidak sesuai karena suara choir hanya
terdengar satu orang).
Kekurangan
pada setiap pementasan pasti akan ada terus (Manusia tidak ada yang sempurna). Meskipun
terdapat kekurangan, konser musikalisasi puisi Ari KPIN (Ketika Sepenggal Melodimu Kumainkan), patut diacungi dua puluh
jempol dan patut ditunggu lagi konser musikalisasinya yang akan datang.
Bandung,
Desember 2012