kamu
KAMU
Oleh
:
A.
M. Rasyid
“ Hey kamu!! ya, kamu. aku pernah
melihatmu di dalam mimpiku, kamu begitu nyata di sana. apa kamu penyihir? Ini
seperti mimpi bagiku, bertemu dengan orang yang selalu ada di dalam mimpiku
selama ini...”
Lelaki itu terus berkata
demikian pada setiap perempuan yang melewatinya. Adakalanya ia mendatangi
seorang perempuan lalu memberinya bunga dan bisa ditebak ia berbicara dengan
kata-kata yang sama. Ia adalah seorang pria dengan badan yang cukup tegap,
berpakaian rapi, dan selalu memasang senyum manis kepada setiap orang yang
lewat di depannya meski tidak jarang orang-orang memandangnya dengan hina.
Tidak ada yang tahu siapa dia dan dari mana ia berasal. Biasanya, ia datang
pagi hari membeli beberapa roti dan memakannya sambil berjalan-jalan. Ia terus
mengitari jalanan itu, tanpa ada tujuan ia sering menengok ke segala arah.
Banyak orang bertanya :
“apa yang ia lakukan?
Aku takut kalau dia itu adalah seorang penjahat! Atau bisa jadi dia adalah
seorang teroris!”
Lelaki itu tidak pernah
menggubris cibiran itu, pegawai toko yang sering menerimanya untuk membeli roti
berkata bahwa ia masih waras dan bisa berkomunikasi dengan lancar ketika
membeli makanan. Ia pun tidak pernah memaksa atau mencuri, ia baik kepada
setiap pegawai toko dan kepada setiap orang yang berjalan melewatinya. Pada
saat hari mulai siang kira-kira jam 10-an, ia menghilang. Pada saat itu semua
orang yang biasa melihatnya bertanya-tanya “kemana pria tidak waras itu? apa
mungkin ia beristirahat!” sambil tertawa mereka terus memandangi tempat si pria
tersebut duduk dan memerhatikan jalan. Kemudian, pada saat hari mulai sore ia
kembali dengan memakai pakaian yang sama setiap hari, - kemeja biru kotak-kotak
dengan jaket berwarna jingga. Pada setiap perempuan ia tersenyum dan berkata
perkataan yang sama setiap hari, tak sedikit perempuan yang berhenti dan
memerhatikannya. Mungkin sebagian diantara mereka ada yang penasaran, atau
mungkin diantara mereka ada yang berprofesi sebagai seorang psikolog dan sedang
mencari pasien untuk dijadikan objek penelitian karya tulisnya.
Suatu hari, ia tidak
datang. Pegawai toko roti yang sering meladeninya bertanya-tanya kemana
perginya sang pelanggan setia itu. Semua orang yang melewati tempat pria
tersebut berdiri memandangi sejenak tulisan di samping tiang listrik tempatnya
duduk dan memerhatikan pejalan kaki.
“aku akan kembali lagi
esok, aku yakin kamu pasti akan datang dan memandang ke arahku lagi...itu
pasti!!”
Begitulah isi tulisan
si pria, tak jelas maksudnya. Siapa yang akan datang dan memandang ke arahnya?
Seharian itu si pria tidak ada, semua orang yang melewati jalan tempatnya duduk
dan memerhatikan pejalan kaki memandangi secarik kertas pesan dari si pria.
Banyak diantara mereka yang tersenyum pada kertas tersebut, banyak pula yang
menganggap hal itu adalah sebuah sensasi belaka yang ia buat untuk menarik
perhatian orang banyak. Tetapi, ada satu hal yang hilang pada hari itu. Puisi
yang selalu ia bacakan pada setiap pejalan kaki perempuan. Meski terdengar
seperti puisi murahan, tetapi banyak dari pejalan kaki perempuan itu yang
tersenyum memandang si pria. Namun entah apa yang ada di dalam pikirannya, ia
selalu menjawab “kamu bukan dia! Aku hanya ingin dia!”
Hari berikutnya ia
ternyata kembali datang dan melakukan kebiasaannya. Banyak orang yang
sepertinya terhibur dengan kedatangannya, hari itu ia tampak rapi dengan
potongan rambut baru dan tidak lagi memakai kemeja biru kotak-kotak dengan
jaket berwarna jingga. Kali ini ia memakai pakaian serba hitam. Namun tetap
memakai kata-kata yang sama saat ia memakai kemeja biru kotak-kotak dengan
jaket berwarna jingga. Sesekali ia mondar-mandir memerhatikan setiap detail
jalan, kemudian ia menghampiri seorang perempuan. “maaf nona, apakah anda
kemarin melewati jalan ini?” si pria bertanya dengan sopan kepada perempuan
muda yang ia temui. Si perempuan hanya terdiam dan bingung melihat si pria
tersebut, ia kemudian menggelengkan kepalanya tanda ia tidak melewati jalan itu
kemarin. “terima kasih atas waktunya, semoga hari anda menyenangkan, nona!” dengan
sopan ia berterima kasih kepada si perempuan tadi. Lalu, ia meneruskan
gelagatnya yang sedang mencari sesuatu. Namun, tanpa ia sadari si perempuan
tadi sempat menoleh kepadanya dan tersenyum. Tak lama ia kembali menghampiri
seorang perempuan lagi, ia pun kembali bertanya hal serupa pada perempuan itu.
Seakan tidak puas, ia bertanya pula pada seorang pria dengan pertanyaan yang
serupa. Tetapi hasilnya selalu dengan gelengan kepala. Hal yang tidak pernah
terpikirkan oleh orang banyak adalah ia sangat sedih hari itu, ia seperti
kehilangan banyak uang. Sesekali ia mengusap mukanya dengan tisu yang ada di
saku celananya. Lelah mondar-mandir, ia kemudian duduk pada bangku yang sering
ia bawa. Sambil tertunduk ia terlihat meneteskan air mata, semua orang
terheran-heran dengan pria tersebut. “apa yang terjadi padanya? Apakah ia
akan melompat ke jalan lalu menabrakkan dirinya ke mobil atau motor?” semua
orang hampir seragam bertanya hal seperti itu. Kemudian seorang perempuan
menghampirinya. Ia tersenyum pada pria itu dan memberikan sapu tangan yang ada
di dalam tasnya. Perempuan itu terlihat sangat santun, ia duduk di samping pria
itu dan mulai memerhatikannya. Kemudian,
“ada apa? tidakkah kamu
lihat banyak orang yang memandangmu rendah?”
si pria mulai bertanya.
“aku tahu, tapi apa
peduli mereka terhadapku? Kamu sepertinya sedang sedih, jika aku benar!” si
perempuan hanya menoleh sambil tersenyum.
“kamutahu aku baru saja
kehilangan sesuatu!” si pria tampak
tertunduk.
“benarkah? Apa itu?” si
perempuan tampak terkejut.
“kamu tidak akan pernah
percaya! Tidak akan pernah!” si pria menggelengkan
kepalanya.
“begitu ya! Aku pun
demikian, aku baru saja kehilangan sesuatu” sambil
tersenyum ia mulai beranjak.
“aku tidak percaya itu!
kamuseperti pembohong bagiku! Aku sudah tahu ciri-ciri pembohong sepertimu”
si pria memandang tajam ke arah perempuan itu.
Si perempuan kemudian
meninggalkan si pria, ia hanya menoleh sejenak dan meneruskan kembali jalannya.
Ia tampak begitu bahagia. Si pria hanya memandangi perempuan itu dengan aneh,
itu mungkin perjumpaannya dengan seorang perempuan yang aneh. Mungkin selama
ini ia banyak menemui perempuan yang hanya memaki dan merendahkannya saja. Saat
si pria mulai duduk, ia menemukan secarik kertas di atas tempat duduknya, di
kertas itu bertuliskan “untukmu biru”. Si pria hanya tertegun melihat
secarik kertas itu, ia memandangi kertas itu dengan aneh. Ini baru pertama
kalinya ia mendapat surat dari seorang perempuan yang baru ia jumpai, ia
sebenarnya tidak sudi membuka surat tersebut. Tetapi, si pria tampaknya sangat penasaran
dengan surat itu. Ia pun membuka surat itu, perlahan ia menemukan huruf demi
huruf.
untukmu biru,
aku tahu kamu adalah
lelaki hebat yang pernah aku temui,
kamu memberikan sebuah
pengalaman yang tak terhingga nilainya,
mulai dari keunikan
manusia hingga keunikan jagat raya ini,
biru,
perlu kamu ketahui, ini
bukan karena terlalu cepat,
tetapi, ada warna lain
yang selama ini memenuhi relung jiwaku,
kamu pasti tahu itu
kan?
aku pasti akan menyesal
karena tidak memedulikanmu,
ia pernah berkata bahwa
kamu menyia-nyiakan lelaki hebat,
tapi aku tetap pada
pilihanku untuk memilihnya,
meski aku tahu ini akan
menyakitimu,
aku berharap kamu bisa
menemukan seseorang yang bisa berbagi denganmu,
salam.......
あにさのぴあえかやんち
- 20 September 2012 -
Si
pria hanya diam membaca surat itu, apa yang sebenarnya perempuan itu tulis?
Puisi’kah? siapa yang sebenarnya si biru itu? aku, ataukah orang lain? atau
surat ini hanya untuk memperolokku saja yang seperti orang gila! Ia kemudian
meremas surat yang berbentuk buku berwarna biru tua itu dan membuangnya ke
tempat sampah. Ia tidak marah hanya saja ia merasa aneh. Si perempuan beberapa
kali mendatanginya, namun si pria hanya memandangnya sebagai seseorang yang
tidak ada gunanya sama sekali. Sesekali ia berbohong pada si perempuan, namun
reaksi si perempuan tetap pada pendiriannya – percaya. Si pria tampaknya tidak
bisa menahan diri untuk selalu memberikan keterangan palsu padanya. Ia pun
terlelap dalam tidur kepalsuan yang ia buat dan si perempuan pun tetap
memercayainya. Suatu ketika si perempuan bertanya “hey pria, aku ingin kamu
menjawab dengan sejujurnya? Maukah?” dengan percaya dirinya ia berkata ya!
Tetapi hal itu tidak pernah terjadi dan si pria tetap terlelap tidur dalam
kepalsuan yang ia buat sendiri hanya untuk membuat si perempuan sadar bahwa ia
tidaklah ada gunanya berdiri di samping, belakang, depan, dirinya. Si perempuan tidak ubahnya seekor domba yang
tidak tahu bahwa ia akan di bawa pada seorang tukang jagal. Sebaliknya si pria
malah senang dengan kondisi tersebut. ia terus menjalankan semua dengan rapi
tanpa adanya cacat sedikit pun, ia sepertinya bahagia. Berhari-hari kemudian si
perempuan tidak pernah menemuinya, entah pergi kemana perempuan aneh yang baru ia
temui itu. “Mungkin ia mulai bosan denganku, baguslah” pikir si pria.
Tanpa si pria sadari, ia sudah tidak menekuni kebiasaannya berdiri dan
berkata-kata seperti dulu. Ia menjalani hidup dengan normal, tidak tampak
seperti orang yang sedang sakit jiwa. Ia kembali menjadi orang yang baru.
Suatu
hari ia melihat sebuah potret yang tidak asing di dalam benaknya, si pria hanya
memandanginya dengan aneh. “aku pernah bertemu dengan perempuan ini, tapi
dimana?” kemudian, ia pergi dan tidak mengindahkan potret itu. Hingga
akhirnya ia bertemu kembali dengan si perempuan dan ia tampak berbeda, bukan
bertambah cantik tetapi ia sadar bahwa selama ini orang yang menyadarkan
dirinya adalah si perempuan bukan orang yang selama ini ia cari. Si perempuan
hanya tersenyum ketika bertegur sapa dengannya. Si pria hanya diam dan
memandangnya dengan aneh lagi, “siapa dia?” . Kemudian, ia tersadar
bahwa ia adalah perempuan yang memberinya sapu tangan dan sering mengajaknya
mengobrol. Dia lah yang menyadarkannya, si perempuan tidak lagi memberikan
perhatian kepada si pria. Ia hanya diam dan memandangnya dengan seksama. Ia
tidak bisa lagi bersenda gurau dengan si perempuan, inikah hidup? Si perempuan
kini berdiri dengan bebas, setiap pagi ia terlihat seperti seorang perempuan
yang tidak punya beban apapun. Suatu hari, si pria memberanikan diri untuk
menulis sesuatu pada si perempuan.
________________________________
Untuk kamu yang selama
ini mendengarkan omongan keparatku!
.....................
Hampir dua tahun lalu
kamu mengenalku mengenakan topeng busuk yang sengaja aku pakai hanya untuk
membuatmu seperti seorang kutu yang tidak punya derajat sama sekali, seakan
semua itu nyata – aku bangga mengenakannya dan memamerkannya kepadamu. Kamu
mungkin orang pertama dalam hidupku yang selama kita bersama aku memakai topeng
busuk itu, suatu kejahatan yang tidak bisa ditolerir menurutku! Kamuseakan
terhipnotis dengan topeng itu, padahal jika kamu bisa rasakan baunya, kamu
pasti tidak akan mau menciumnya! Bahkan kamu mungkin akan menamparku
habis-habisan. Sepertinya hanya aku yang sering lupa untuk bangun dan menyadari
segala hal itu, hingga hari dimana kita terakhir bertemu. Aku tidak pernah
sadar selama itu, bahwa aku adalah seorang keparat ulung yang hanya ingin
mendapatkan teman untuk berbagi. Dan satu hal yang membuatku jijik hingga hari
ini adalah, aku bangga pernah melakukannya. Aku akhirnya tahu maksud itu, “hey
pria, aku ingin kamu menjawab dengan sejujurnya? Maukah?” kamu
ingin aku melepaskan topeng busuk itu, tapi ternyata aku malah lebih suka
memakainya. Mungkin kamu akan bertanya hari ini, apa peduliku? Ya, mungkin itu
adalah jawaban yang paling tepat untuk laki-laki sepertiku. Aku bisa rasakan
itu. Aku pun lupa kamuadalah ahli dalam membaca psikis orang. Aku telah terkena
zat adiktif darimu, sehingga tubuh ini teracuni dengan segala tentangmu. Aku
ini bukan orang yang suka menuliskan perasaan tetapi ketika kamu datang kamu
mengubah semuanya. Ketika terakhir kali pesan singkat itu aku terima “apa
aku mematikan kreatifitasmu?” kamu tidak mematikannya, melainkan
menghidupkannya. Kau termotivasi olehmu.
Untukmu,
Apakah kamu pernah tahu
tentang seseorang yang sukar melupakan sesuatu? Mungkin itulah diriku, meski
sudah berkali-kali aku mencoba menghilangkanmu, tetapi tetap saja kamu ada! Apa
kamu seorang penyihir? Jika benar, kamu penyihir yang hebat! Karena, kamu bisa
membuatku mengenangmu hingga hari ini. Pernah suatu ketika aku berdiri di depan
gerbang pintu tempatmu tinggal, inginnya aku mengunjungimu dan bersendagurau
seperti dulu. Tapi, apa dayaku. Aku terlanjur memandangmu dengan sangat rendah.
Menyisihkanmu dan membuatmu kecewa pada hari itu, hingga kamu menungguku selama
itu. Aku sadari itu adalah sebuah kekeliruan yang tolol!
Untukmu,
Dimana pun kamu kini,
aku selalu berharap kita bertemu di dalam satu jalan yang sama dan dalam
kendaraan yang sama. Sehingga aku bisa memulainya dari awal kembali.
Berkali-kali aku melewati tempatmu belajar, namun berkali-kali pula aku gagal
bertemu denganmu. Berkali-kali aku berdiri di depan pintu itu, berkali-kali
pula aku tidak pernah sampai hati menemuimu. Aku hanya ingin bertemu denganmu
lagi dan memulai sebuah percakapan seperti dulu kala, tetapi sepertinya kamu
mengetahui sesuatu tentang diriku yang aku sendiri tidak tahu. Kamu sering
mengatakan aku hebat, bagiku justru sebaliknya.
Untukmu,
Hari dimana terakhir
kita bertemu adalah penyesalan bagiku hingga hari ini, jika kamu bertanya apa
aku rindu kamu selama ini? Jawabannya, ya... aku rindu dengan cerita
pecicilanmu dan semangat membaramu untuk menaklukkan Mahameru. Mungkin kamu
merasa aku sudah tidak layak lagi bertemu denganmu, tidak layak lagi
mendapatkan kesempatan untuk mengenalmu lebih jauh. Tak apa, mungkin itu pantas
aku dapatkan... tapi berilah aku waktu untuk mengenalmu dari awal dan kamu
mengenalku dari awal tanpa adanya topeng-topeng busuk. Tanpa aku sadari kamu
begitu berarti bagiku, mungkin terdengar klise dan murahan terlebih jika kamu
mengatakan “semoga ada orang lain yang bisa kamu
ajak berbagi” tetapi bagiku, kamu pas buatku. Tetapi itulah kenyataannya,
kamu sangat berarti. Kamu memberikan hal-hal yang tidak bisa aku cari, semua
itu karena-mu.
Untukmu,
Jika kamu membaca surat
ini, aku selalu menunggu kabar darimu. Aku masih memakai hal sama seperti
dulu.... aku menunggu itu semua dan mari saling mengenal kembali dari awal.
Salam,
Si pria penunggu tiang
...........
_____________________________